Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Tabayyun di Era Klik Cepat: Membangun Komunikasi Profetik dalam Bermedia Digital

Warta Journalizm - Arus informasi di era digital mengalir lebih cepat dari kemampuan manusia untuk memverifikasi kebenarannya. Dalam hitungan detik, satu unggahan bisa menjangkau ribuan orang baik berupa berita, opini, maupun fitnah. Fenomena ini menimbulkan kegaduhan sosial, bahkan memecah ukhuwah antarumat Islam.

Ironisnya, banyak di antara kita yang tanpa sadar menjadi bagian dari penyebar kabar yang belum tentu benar. Budaya sharing before thinking seakan menjadi kebiasaan baru. Padahal, Islam jauh sebelum hadirnya media sosial telah menanamkan nilai tabayyun (verifikasi berita) sebagaimana firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ۝٦

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu…” (QS. Al-Ḥujurāt: 6)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap informasi wajib diverifikasi sebelum disebarkan. Dalam konteks dunia digital, tabayyun menjadi benteng moral bagi umat agar tidak terseret dalam arus hoaks dan ujaran kebencian. Prinsip inilah yang menjadi fondasi komunikasi profetik konsep komunikasi yang digagas oleh Kuntowijoyo, yang berlandaskan nilai-nilai kenabian: humanisasi (amar ma‘rūf), liberasi (nahy al-munkar), dan transendensi (tu’minūna billāh).

1. Humanisasi (Amar Ma‘rūf): Memanusiakan Melalui Tabayyun. 
Nilai pertama dalam komunikasi profetik adalah humanisasi, yaitu mengembalikan manusia pada martabatnya. Dalam bermedia, prinsip ini diwujudkan dengan menghormati kehormatan dan reputasi sesama pengguna media. Menyebar berita tanpa tabayyun sama dengan meniadakan nilai kemanusiaan, karena bisa mencederai kehormatan seseorang.
Tabayyun adalah prinsip utama dalam Islam yang mengajarkan umat agar tidak mudah percaya pada informasi yang belum jelas kebenarannya. Dalam kehidupan sosial, terutama di era media digital, sikap ini menjadi sangat penting agar tidak mudah terpengaruh kabar bohong, fitnah, atau provokasi. Tabayyun bukanlah bentuk prasangka buruk, melainkan langkah kehati-hatian untuk menjaga kebenaran, keadilan, dan keharmonisan dalam masyarakat. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib memastikan kebenaran informasi sebagai bentuk amar ma‘rūf mengajak kepada kebaikan, kejujuran, dan kedamaian.

2. Liberasi (Nahy al-Munkar): Membebaskan dari Perbudakan Informasi. 
Kemajuan teknologi seharusnya membebaskan manusia dari kebodohan, bukan menjeratnya dalam perbudakan algoritma dan sensasi. Nahy al-munkar dalam konteks komunikasi berarti melawan praktik komunikasi yang menyesatkan: hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi.
Berbagai hal yang harus diperhatikan oleh pengguna medsos dalam merespon segala informasi (konten) di ruang medsos dapat dikatakan sebaga nilai etik agar bijak dalam menyikapi maupun menilai berbagai informasi yang ada dalam medsos. Hal demikian dikarenakan. fakta yang ada ditemukan banyak
problem penggunaan medsos seringkali dipicu oleh kebebasan privat individu pengguna medsos yang tidak disertai dengan nilai-nilai etika sosial bahkan agama. Sebagai contoh banyaknya penyebaran pelbagai berita bohong (hoax) yang dapat memicu konflik sosial, baik di ruang medsos maupun ruang publik di tengah kehidupan sosial masyarakat.
Dengan cara ini, liberasi menjadi gerakan pembebasan informasi membebaskan manusia dari keterkungkungan kebohongan menuju pencerahan berbasis ilmu.

3. Transendensi (Tu’minūna Billāh): Bermedia Sebagai Ibadah. 
Nilai terakhir adalah transendensi, yakni mengaitkan aktivitas komunikasi dengan kesadaran ketuhanan. Allah berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ ۝١
“Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)
Ayat ini mengingatkan bahwa setiap kata, komentar, dan unggahan kita dicatat dan akan dimintai pertanggungjawaban. Maka bermedia dengan penuh tanggung jawab bukan hanya etika sosial, tetapi juga ekspresi iman.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia ubah dengan tangannya. Bila tidak mampu, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa menyebarkan klarifikasi yang benar, atau menahan diri dari menyebar fitnah, termasuk bentuk nahy al-munkar dan tu’minūna billāh iman yang aktif di ranah digital. Komunikasi profetik mengajarkan bahwa bermedia bukan sekadar aktivitas duniawi, tetapi juga jalan menuju kemuliaan spiritual. Dengan tabayyun, kita menjaga kemanusiaan. Dengan nahy al-munkar, kita membebaskan diri dari gelombang misinformasi. Dengan tu’minūna billāh, kita menjadikan setiap kata sebagai amal ibadah.
Sebagai generasi Muslim digital, kita perlu mempraktikkan nilai profetik ini setiap kali berinteraksi di dunia maya. Verifikasi sebelum membagikan, berpikir sebelum berkomentar, dan menulis dengan niat menebar manfaat. Karena di era klik cepat ini, satu tabayyun bisa menyelamatkan kehormatan, dan satu klarifikasi bisa menegakkan kebenaran.
Maka, mari jadikan media sosial sebagai ladang dakwah profetik tempat di mana kebaikan, kebijaksanaan, dan ketulusan menjadi viral.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Fahmi. “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial,” Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni,Vol. 1, No. 1 (2017).

Juditha, Christiany. “Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya. Jurnal Pekommas, Vol 3 No. 1, April (2018).

Mutiara, Destita. “Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam SyairGurindam Dua Belas (Analisis Semiotik Ferdinand De Saussure)”. Jurnal Studi Islam dan Kemuhammadiyahan 1, No 2. (2021). file:///C:/Users/user/Downloads/7+REVISI Destita+Mutiara-+NILAI NILAI+KOMUNIKASI+Layout.pdf.

Nuonline, Al-Hujurat, https://quran.nu.or.id/.

Nuonline, Al-Qaf, https://quran.nu.or.id/.

Sitoresmi, Ayu Rifka. “Tabayyun Adalah Sikap Tidak Percaya pada Sesuatu, Pahami Contoh Penerapannya”. Liputan 6. (2025). https://www.liputan6.com/hot/read/6098223/tabayyun-adalah-sikap-tidak-percaya-pada-sesuatu-pahami-contoh-penerapannya

Tuasikal, Muhammad Abduh. “Hadits Arbain #34: Mengubah Kemungkaran”. Rumaysho.com (2020). https://rumaysho.com/23958-hadits-arbain-34-mengubah-kemungkaran.html.




Oleh: Fahriza Fahrin Nanda 

No comments:

Post a Comment