Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Menjembatani Agama dan Sains: Komunikasi Profetik di Era Revolusi Pengetahuan

Warta Journalizm - Kemajuan sains dan teknologi hari ini mengubah cara manusia memahami kehidupan. Dari kecerdasan buatan hingga bioteknologi, semua menjadi bukti betapa jauh manusia melangkah dengan akalnya. Namun, di balik itu, muncul pertanyaan lama yang tak kunjung selesai. Apakah agama masih relevan di tengah derasnya arus ilmu pengetahuan? Sebagian menganggap iman tak sejalan dengan logika, sementara yang lain memandang sains telah menyingkirkan peran Tuhan dari kehidupan manusia. Padahal, dalam pandangan Islam, ilmu justru merupakan jembatan menuju keimanan yang lebih dalam. Agama dianggap hanya berbicara mengenai iman dan wahyu, sementara sains hanya berisi data dan eksperimen. Ada kelompok yang menolak sains karena dianggap mengganggu iman, dan ada pula kelompok yang menjauh dari agama karena dianggap menghambat kemajuan.


Padahal sejak awal, Islam menempatkan ilmu sebagai bagian dari iman. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk membaca dan berpikir, sebagaimana dituliskan dalam Surat Al-‘Alaq ayat 1 yang artinya “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.” Pengetahuan dan keimanan bukanlah dua hal yang berlawanan, akan tetapi dua sisi dari satu tujuan, yaitu memahami ciptaan Allah secara rasional dan spiritual. Dijelaskan pula dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11, “Allah akan meninggikan (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” Ayat ini menegaskan bahwa  Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman yang memiliki  ilmu, baik dalam aspek spiritual maupun sosial.


Antara Islam dan Ilmu Pengetahuan

Islam tidak pernah anti terhadap sains. Justru, sejarah mencatat bagaimana ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, dan Al-Biruni membuktikan bahwa meneliti alam semesta adalah bentuk ibadah. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan dalam Surat Az-Zumar ayat 9 yang artinya “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Ayat ini bukan hanya berisi perintah untuk mencari ilmu, tapi juga penegasan bahwa orang yang berilmu memiliki kedudukan lebih tinggi karena pengetahuannya digunakan untuk kebaikan. Dalam hadis Rasulullah saw juga ditegaskan “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim). Ilmu dalam Islam bukan hanya alat untuk menguasai alam, tetapi juga menjadi jalan menuju kedekatan dengan Tuhan. 


Menurut Khairuddin (2022), Islam tidak menolak kemajuan teknologi, tetapi menuntut agar kemajuan itu diarahkan untuk kemaslahatan umat. Dalam komunikasi profetik, ilmu pengetahuan seharusnya menjadi jalan menuju kemanusiaan yang lebih adil dan beradab. Namun, ketika teknologi dijalankan tanpa nilai-nilai Islam, teknologi akan mengambil alih peran manusia dalam berpikir dan berinteraksi. Dengan demikian, inilah pentingnya nilai humanisasi (amar ma’rÅ«f) dalam Islam, yaitu menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana memuliakan manusia, bukan menggantikannya.


Pentingnnya Integrasi Agama dan Sains

Selama ini, banyak lembaga pendidikan Islam yang masih memisahkan antara pelajaran  agama dan sains. Alhasil, para pelajar merasa ilmu agama tidak saling berkaitan dengan ilmu sains dan kemajuan teknologi. Dalam penelitian Sagita, Oktafiana, dan Masfufah (2024) ditemukan bahwa pemisahan ini menciptakan krisis relevansi di dunia pendidikan Islam modern. Mereka menekankan pentingnya integrasi ilmu agar pelajar memahami bahwa kebenaran ilmiah tidak pernah bertentangan dengan nilai ilahiah jika dipelajari dengan benar.


Ardian Asyhari (2024) juga berpendapat bahwa pendidikan sains seharusnya berlandaskan nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Tujuannya agar sains tidak hanya melatih logika, tapi juga karakter dan tanggung jawab moral. Hal ini sejalan dengan nilai liberasi (nahi munkar) dalam komunikasi profetik. Ilmu harus membebaskan manusia dari kebodohan dan ketimpangan sosial. Jika sains kehilangan sisi etis, teknologi bisa berbalik menjadi alat penindasan jika disalahgunakan untuk kepentingan politik atau ekonomi.


Tantangan dan Harapan dalam Menghidupkan Transendensi dalam Sains

Masih banyak umat Islam yang memahami sains sebagai kebenaran mutlak dan agama sebagai dogma tertutup. Padahal keduanya sama-sama mencari kebenaran, hanya saja dengan metode berbeda. Dalam penelitian Lubis, Helmiati, dan Nazir (2023) menunjukkan bahwa perguruan tinggi Islam memiliki peluang besar untuk mewujudkan integrasi ini jika didukung kebijakan yang visioner dan tenaga pendidik yang memahami metodologi saintifik dan teologis.


Dalam pandangan Islam, iman justru menjadi cahaya yang menuntun akal agar tidak tersesat dalam kesombongan intelektual. Al-Qur’an menegaskan dalam Surat Yunus ayat 101, “Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Ayat ini mengandung pesan agar manusia menggunakan akal untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah. Menurut Nurhayati (2023), iman dan akal dapat membentuk paradigma keilmuan yang humanis dan berkeadaban, karena menggabungkan dimensi rasional dan spiritual. Jadi, berfikir ilmiah bukanlah bentuk pemberontakan terhadap Tuhan, melainkan sebagai bentuk pengabdian tertinggi.


Dalam kerangka komunikasi profetik, makna transendensi (tu'minuna billah) mengajarkan bahwa setiap aktivitas manusia, harus diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, ilmu pengetahuan digunakan sebagai jalan untuk mengenal Tuhan, bukan menggantikan-Nya. Sains seharusnya tidak berhenti pada penemuan fakta, tapi mengantarkan manusia untuk bersyukur, berpikir kritis, dan berbuat baik. Dengan demikian, integrasi agama dan sains memandang ilmu pengetahuan bukan hanya sekadar presntasi akademik, namun sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual.


Mempertemukan agama dan ilmu pengetahuan berarti menyatukan dua kekuatan besar manusia, yaitu iman dan akal. Jika hanya beriman tanpa ilmu, manusia bisa terjebak pada fanatisme. Sebaliknya, jika hanya berilmu tanpa iman, manusia kehilangan arah moral. Islam menawarkan jalan tengah melalui paradigma profetik yang menyeimbangkan keduanya. Solusinya, dunia pendidikan perlu mendorong kurikulum integratif yang menanamkan kesadaran ilmiah sekaligus spiritual. Guru dan dosen harus menjadi teladan dalam mengajarkan sains yang beretika dan agama yang rasional. Sementara media dakwah digital dapat mengambil peran strategis dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berpikir kritis tanpa kehilangan iman. Menjadi Muslim di era modern bukan berarti harus memilih antara iman atau ilmu, tetapi bagaimana keduanya bisa saling menguatkan. Dunia saat ini tidak kekurangan orang cerdas, tetapi sering kekurangan kebijaksanaan. Semakin dalam kita memahami ilmu, semakin besar pula rasa kagum kita pada Sang Pencipta.


Daftar Pustaka

Arifin, M., & Sofa, A. (2024). Ilmu sebagai Kunci Kesuksesan Dunia dan Akhirat Menurut AlQuran dan Hadist. Inspirasi Dunia: Jurnal Riset Pendidikan dan Bahasa, 3(4), 118-125. https://doi.org/10.58192/insdun.v3i4.2634.

Asyhari, A. (2024). Literasi sains berbasis nilai-nilai Islam dan budaya Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 6(1), 1-12. https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/albiruni/article/view/1584. 

Khairuddin. (2022). Etika Profetik dalam Pengembangan Teknologi Modern. Jurnal Filsafat Islam, 10(2), 87-99. https://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/jfi. 

Lubis, A. H., Helmiati, & Nazir, M. (2023). Konsep integrasi Islam dan sains: Peluang dan tantangan bagi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Indonesia, 4(1), 1-14. https://jpion.org/index.php/jpi/article/view/320. 

Nurhayati, S. (2023). Iman dan Rasionalitas: Paradigma Keilmuan Islam di Era Modern. Jurnal Ilmu Ushuluddin, 11(3), 201-215. https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ushuluddin.

Rahma, A., Afifah, A., & Muniron, M. (2024). Landasan Filosofis Integrasi Ilmu Pengetahuan dan Agama. Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam, 8(2), 319-356. https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v8i2.11448.

Sagita, E. M., Oktafiana, T., Masfufah, T. A. A., & Melinda, O. P. (2024). Integrasi Islam dan sains (Analisis problematika dan level integrasi). IHSANIKA: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(3), 249-255. https://jurnal.stikes-ibnusina.ac.id/index.php/IHSANIKA/article/view/1439. 

Ummah, S. C. (2020). Paradigma keilmuan Islam di perguruan tinggi. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 19(2), 100-120. https://doi.org/10.21831/hum.v19i2.30300.

Yustisia, R., Tihami, M. A., Patimah, S., & Wasehudin. (2025). Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif 

Islam Berdasarkan Surat Al-Mujadalah Ayat 11. EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies, 5(1), 526-531. https://journal-laaroiba.com/ojs/index.php/edu/article/view/6586/5257. 

Al-Qur’an. Surat Al-‘Alaq [96]: 1; Surat Az-Zumar [39]: 9; Surat Al-Mujadilah [58]: 11; Surat Yunus [10]: 101.

Hadis Riwayat Muslim. “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”



Oleh: Annastasya Novelia Shahara



No comments:

Post a Comment