Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

DAKWAH DIGITAL DAN LITERASI ALGORITMIK DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI PROFETIK

Warta Journalizm - Pada era digital saat ini, ruang dakwah tidak lagi terbatas pada mimbar masjid atau pengajian secara langsung, melainkan telah mencakup ke berbagai platform media sosial seperti YouTube, TikTok, Instagram, dan X. Para dai dan kreator konten islami kini menjadi sosok yang membentuk persepsi keagamaan publik melalui algoritma yang mengatur arus informasi di dunia maya. Fenomena ini membuka peluang besar bagi penyebaran nilai-nilai islam yang rahmatan lil ‘alamin, sekaligus menghadirkan tantangan serius, bagaimana menjaga kemurnian pesan dakwah di tengah bias algoritmik dan budaya digital yang cepat, dangkal, dan sensasional.


Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah kegiatan dakwah secara mendasar. Jika sebelumnya seseorang harus pergi ke pengajian atau mendengarkan ceramah melalui radio dan televisi, kini pesan-pesan dakwah dapat diakses kapan saja dan dimana saja dengan mudah melalui handphone. Perkembangan ini bukan sekadar perubahan media, tetapi juga perubahan cara berinteraksi dan memahami agama. Setiap orang kini memiliki kesempatan untuk menjadi “penceramah” dengan modal akun media sosial dan koneksi internet.


Di satu sisi, kondisi ini menunjukkan bahwa perkembangan dakwah dapat menjangkau audiens yang lebih luas tanpa terhalang factor geografis maupun sosial. Dakwah digital dapat menghadirkan nilai-nilai Islam di ruang publik global, mempertemukan berbagai latar budaya dan mazhab dalam satu komunikasi yang dinamis. Hal ini sejalan dengan semangat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, yang mengajak manusia menuju kebaikan tanpa terbatas ruang dan waktu.


Namun, di sisi lain, arus informasi yang masif dan dikendalikan oleh algoritma menimbulkan permasalahan baru. Algoritma media sosial cenderung menampilkan konten yang paling banyak disukai atau dibagikan, bukan yang paling benar atau paling bermanfaat. Akibatnya, pesan dakwah sering kali terjebak dalam logika popularitas, isi yang provokatif atau sensasional lebih mudah viral atau fyp dibandingkan dengan pesan dakwah yang mendalam.


Pada akhirnya, situasi ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan apakah dakwah digital masih mampu menjaga nilai-nilai profetik humanisasi, liberasi, dan transendensi di tengah arus algoritmik yang menuntut kecepatan dan sensasi publik? Apakah semangat dakwah masih dapat diarahkan untuk membebaskan dan mencerahkan umat, atau justru tergeser oleh ambisi seseorang menjadi influencer agama?


Fenomena ini menuntut kehadiran paradigma baru, yaitu komunikasi profetik, yang menempatkan dakwah bukan hanya sebagai aktivitas penyebaran pesan keagamaan, tetapi juga sebagai praktik komunikasi etis yang memuliakan manusia, membebaskan dari kebodohan dan kebencian, serta menghubungkan manusia dengan nilai-nilai ketuhanan.


Komunikasi Profetik Di Era Digital

Konsep komunikasi profetik berasal dari gagasan Ilmu Sosial Profetik yang diperkenalkan oleh Kuntowijoyo pada awal tahun 1990-an. Kuntowijoyo menekankan bahwa setiap bentuk komunikasi, termasuk dalam kegiatan dakwah, harus berdasar pada tiga nilai utama kenabian, yaitu humanisasi (amar ma‘ruf), liberasi (nahy al-munkar), dan transendensi (tu’minuna billah). Ketiga hal tersebut menjadi kerangka etis dalam menghadapi perkembangan teknologi komunikasi modern.


Dalam konteks dakwah digital, humanisasi berarti menjadikan teknologi sebagai alat untuk memanusiakan manusia, menyebarkan nilai kasih sayang, keadilan, dan kejujuran. Liberasi mengarah pada upaya membebaskan umat dari pengaruh informasi palsu, dan ujaran kebencian. Sementara transendensi mengingatkan bahwa orientasi dakwah bukan sekadar popularitas algoritmik, melainkan mendekatkan manusia kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat [49] ayat 6 yang berbunyi:

“يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ  “

Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu”.

Dalam ayat ini menegaskan pentingnya seseorang melakukan verifikasi informasi nilai-nilai dasar literasi digital yang sangat relevan di era media sosial. Dakwah profetik harus mengajarkan tabayyun (mencari kebenaran informasi) sebagai bentuk tanggung jawab moral dalam menyebarkan pesan.


Literasi Algoritmik sebagai Etika Bermedia

Era algoritmik ditandai dengan sistem yang mengatur apa yang kita lihat dan konsumsi pada media digital. Algoritma bekerja berdasarkan interaksi, like, dan waktu tayang, bukan berdasar pada nilai-nilai kebenaran atau kemaslahatan pesan. Akibatnya, konten yang sensasional sering kali lebih viral daripada yang substantif. 


Di sinilah pentingnya peran literasi algoritmik, yaitu kesadaran kritis untuk memahami bagaimana algoritma media digital bekerja dan mempengaruhi persepsi masyarakat. Literasi ini bukan sekadar kemampuan teknis, tetapi juga etis bagaimana seorang muslim mampu menilai, memilih, dan memproduksi konten dakwah islam yang sesuai dengan nilai profetik. Rasulullah SAW bersabda: ”مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ” Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”.

Hadis ini menjadi pedoman penting bagi setiap aktivitas komunikasi digital. Seorang dai atau pengguna media sosial seharusnya tidak hanya memahami algoritma, tetapi juga menundukkannya di bawah nilai amar ma‘ruf dan nahi munkar. Dengan begitu, dakwah digital tidak terjebak pada popularitas tetapi berorientasi pada pembebasan dan pencerahan umat. 


Tantangan dan Jalan Profetik

Masalah utama dakwah digital saat ini adalah komodifikasi konten agama ketika ajaran Islam direduksi menjadi materi hiburan agar disukai algoritma. Fenomena ini sering menimbulkan perbedaan makna keagamaan. Oleh karena itu, pendekatan komunikasi profetik mengajak kita untuk merekonstruksi dakwah sebagai komunikasi bernilai ibadah, bukan hannya sekadar untuk produksi konten semata.


Selain itu, penting membangun komunitas dakwah kolaboratif, di mana para dai, akademisi, dan konten kreator bersama-sama untuk memperkuat literasi algoritmik umat. Kampus, lembaga dakwah, dan pesantren bisa berperan sebagai tempat edukasi digital yang menggabungkan pendidikan moral dengan teknologi.


Dengan memahami logika algoritma. Para dai dan pengguna media sosial dapat menempatkan pesan islam dalam ruang digital dengan lebih efektif, etis, dan berorientasi transendensi. Hal ini dapat membuat esensi dakwah profetik bukan hanya sekedar mengolah teknologi untuk kepentingan ego, tetapi juga untuk kemaslahatan bersama. 


Dakwah digital yang berlandaskan komunikasi profetik menuntut integrasi antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan digital. Literasi algoritmik menjadi bagian dari tanggung jawab moral umat islam agar tidak menjadi korban atau pelaku disinformasi. Nilai amar ma‘ruf, nahi munkar, dan tu’minuna billah memberi arahan agar kegiatan dakwah digital tidak hanya sekadar viral, tetapi juga bernilai dan memanusiakan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً” Artinya “Sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Hadis ini mengandung pesan profetik bahwa setiap Muslim memiliki tanggung jawab dakwah termasuk di dunia digital dengan disertai niat tulus dan kesadaran etis.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, M. I. (n.d.). Sahih Al-Bukhari (Hadis No. 3461).

Al-Fauzi, M. (2023). Ekologi Digital dan Dakwah Profetik di Era Media Sosial. Jurnal Komunikasi Islam. 10(1).

Al-Nawawi, Y. S. (n.d.). Al-Arba'in An-Nawawiyyah. (Hadis ke-15). 

Kuntowijoyo. (1991). Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.

Lembaga Pustaka dan Informasi NU (LPI NU). (t.t.). Al-Hujurat: 6. NU Online. https://quran.nu.or.id/al-hujurat/6.

Syahid, A. (2022). Literasi Digital dalam Perspektif Dakwah Islam. Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam. 8(2).

Wardani, N. (2023). Algoritma dan Etika Bermedia Sosial: Tantangan Dakwah Digital. Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam. 5(1).




Oleh: Anwar 



No comments:

Post a Comment