Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Dakwah Digital dan Literasi Algoritmik: Menjadi Khalifah di Dunia Maya

Warta Journalizm - Komunikasi profetik merupakan pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai kenabian dalam praktik komunikasi manusia. Konsep ini berakar pada gagasan Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo (1991), yang menekankan pentingnya ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan realitas, tetapi juga mengubahnya ke arah moral dan spiritual. Komunikasi profetik terdiri atas tiga prinsip utama: humanisasi (amar ma'ruf), liberasi (nahy al-munkar), dan transendensi (tu'minuna billah).


Dalam konteks dakwah digital, prinsip-prinsip ini menjadi pedoman moral dalam mengelola pesan keagamaan di tengah derasnya arus informasi dan budaya algoritma. Dakwah bukan lagi sekadar aktivitas penyebaran pesan keagamaan, tetapi harus menjadi sarana transformasi sosial yang menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan ketuhanan. Dengan demikian, komunikasi profetik menjadi landasan teoretis bagi aktivitas dakwah digital yang beretika, beradab, dan berpihak pada kemaslahatan umat.


Dakwah Digital dalam Arus Algoritma dan Kapitalisme Media

Kemajuan teknologi informasi telah membuka ruang baru bagi dakwah Islam di dunia digital. Platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram kini menjadi wadah utama bagi para dai muda menyebarkan pesan keagamaan. Namun, di balik peluang besar tersebut, terdapat tantangan serius berupa dominasi algoritma dan kapitalisme digital, yang mengatur aliran informasi berdasarkan logika komersial, bukan moralitas.


Algoritma media sosial berfungsi memantau perilaku pengguna untuk kepentingan ekonomi, bukan untuk kebenaran. Akibatnya, konten dakwah yang provokatif, emosional, atau sensasional cenderung lebih mudah viral dibandingkan pesan yang mendalam dan reflektif. Fenomena ini membuat dakwah kehilangan ruh kenabian dan berubah menjadi komoditas hiburan.


Dari perspektif komunikasi profetik, fenomena tersebut mencerminkan hilangnya nilai transendensi, karena dakwah lebih diarahkan untuk mencari popularitas dan keuntungan material ketimbang keridhaan Allah SWT. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran kritis dan etika profetik agar dai digital tidak menjadi "budak algoritma, tetapi mampu memanfaatkan teknologi untuk menebar nilai-nilai ilahi.


Literasi Algoritmik sebagai Jalan Profetik dalam Bermedia

Untuk menghadapi tantangan algoritma, umat Islam perlu mengembangkan literasi algoritmik, yaitu kesadaran kritis dalam memahami cara kerja sistem digital yang membentuk perilaku pengguna. Literasi algoritmik tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga etis dan teologis, karena melibatkan tanggung jawab moral dalam menggunakan teknologi.


Dalam pandangan Islam, upaya memahami sistem digital merupakan bagian dari perintah igra membaca realitas sosial sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah. Membaca di era modern tidak hanya berarti membaca teks, tetapi juga membaca data, sistem, dan struktur informasi yang tersembunyi. Dengan demikian, literasi algoritmik adalah bagian dari jihad intelektual untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di dunia maya.


Umat Islam harus menjadi khalifah digital, bukan sekadar pengguna pasif Seorang dai profetik menggunakan algoritma untuk menebar manfaat sosial, bukan mengejar ketenaran. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad). Melalui literasi algoritmik dakwah digital dapat diarahkan menjadi instrumen transformasi sosial dan spiritual, bukan alat eksploitasi atau polarisasi umat.


Nilai-Nilai Profetik dalam Dakwah Digital

Humanisasi (Amar Ma'ruf): Memulihkan Akhlak di Dunia Maya

Nilai humanisasi menuntut agar dakwah digital memanusiakan manusia, menumbuhkan empati, dan menjaga adab komunikasi. Fenomena dehumanisasi digital di mana orang mudah menghina dan mencaci di balik layar - menunjukkan hilangnya akhlak dalam bermedia.


Rasulullah SAW menjadi teladan utama dalam hal ini. Beliau dikenal sebagai al-Amin (yang terpercaya) karena kejujurannya, bukan karena gaya bicaranya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran [3]:159: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka...” Humanisasi dalam dakwah digital berarti menghadirkan kelembutan, menghargai perbedaan, dan menghindari ujaran kebencian. Inilah inti dari amar ma'ruf di era algoritmik.


Liberasi (Nahy al-Munkar): Melawan Hoaks dan Polarisasi Digital

Liberasi dalam komunikasi profetik berarti membebaskan manusia dari berbagai bentuk kezaliman, termasuk kezaliman informasi. Hoaks, ujaran kebencian, dan penyalahgunaan narasi agama merupakan bentuk penindasan modern. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat [49]:6: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun)..." Ayat ini menjadi dasar etika verifikasi dalam komunikasi digital. Prinsip tabayyun adalah jihad intelektual di tengah banjir informasi palsu. Dalam konteks profetik, liberasi juga berarti membangun ekosistem media yang adil dan mandiri, tidak dikuasai oleh kepentingan politik atau ekonomi tertentu. Dengan demikian. dakwah profetik membebaskan umat dari kebodohan dan dominasi struktural di ruang digital.


Transendensi (Tu'minuna Billah): Mengembalikan Spirit Ketuhanan

Transendensi menegaskan bahwa seluruh aktivitas dakwah harus dilandasi iman dan niat yang ikhlas. Dalam dunia digital yang terobsesi dengan jumlah pengikut dan likes, nilai transendensi menjadi benteng dari penyakit riya' digital. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya." (HR. Bukhari dan Muslim). Seorang dai profetik tidak mengejar popularitas, tetapi ketulusan dakwah. Teknologi hanyalah alat bukan tujuan. Ketika niat dikembalikan kepada Allah SWT, setiap unggahan menjadi amal jariyah, dan setiap interaksi menjadi bentuk ibadah.


Menuju Ekosistem Dakwah Profetik yang Etis dan Inklusif

Dakwah profetik digital tidak bisa berdiri sendiri. la menuntut sinergi antara pendidikan, lembaga dakwah, akademisi, dan pemerintah untuk membangun ruang digital yang berkeadaban. Pendidikan Islam perlu memperkuat kurikulum literasi media dan etika bermedia, sedangkan platform teknologi perlu mengembangkan algoritma yang berpihak pada nilai kemanusiaan, bukan hanya sensasi.


Sebagaimana diingatkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas (1993), ilmu dan teknologi harus diarahkan untuk ta'dib - pembentukan adab. Maka, dakwah profetik digital sejatinya adalah ta'dib al-ummah, upaya membentuk umat yang berilmu, beradab, dan bertakwa di tengah kemajuan teknologi.


Menjadi Khalifah Informasi di Dunia Maya

Setiap Muslim hari ini sejatinya adalah dai digital. Satu unggahan bisa menjadi amal jariyah, namun juga bisa menjadi sumber fitnah. Menjadi khalifah informasi berarti menjaga amanah dakwah dengan kesadaran spiritual dan tanggung jawab sosial. Dakwah digital sejati bukan diukur dari seberapa viral kontennya, melainkan seberapa besar ia mengubah hati manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim). Di era algoritma, setiap kata adalah amanah, dan setiap klik adalah dakwah. Maka, marilah menjadi khalifah di dunia maya bukan sekadar pengguna teknologi, tetapi penjaga nilai dan penebar hikmah.



 DAFTAR PUSTAKA

Hery, M., Supriyatno, T., & Hambali, M. Konsep Ilmu Sosial Profetik dan Relevansinya dalam Pendidikan Agama Islam: Studi Analisis Pemikiran Kuntowijoyo. Kariman: Jurnal Pendidikan Keislaman. Vol 13 No 1 (2025). 113-136.

Ridho, A. R., & Hariyadi, M. Reformulasi Etika Dakwah Berbasis Komunikasi Profetik dalam Al-Qur'an. Komunike:Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam. Vol 13 No 1 (2023)

Muhlis, M., & Musliadi, M. Komunikasi Profetik di Media Sosial. Retorika: Jurnal Kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam. Vol 4 No 2 (2023).

Fitrah. A. S. Internalisasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Mengembangkan Lingkungan Berbahasa Arab. Fitrah: Jurnal Studi Pendidikan. Vol 15 No 1 (2022).

Pratama, A. W., & Mulyadi, A. Konsep Ilmu Sosial Profetik dan Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam: Telaah Pemikiran Kuntowijoyo. Turats: Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam. Vol 17 No 1 (2024). 

Sakdiah, H., Rahmah, M. N., Adawiah, R., & Aslamiah, R. Prophetic Communication in Digital Preaching: Building a Critical and Wise Society in Using Social Media / Komunikasi Profetik dalam Dakwah Digital: Membangun Masyarakat yang Kritis dan Bijak dalam Bermedia Sosial. Al-Hiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah. Vol 13 No 1 (2025) 13-24. 



Oleh: Nur Safitri Dewi

No comments:

Post a Comment