Warta Journalizm - “Kalau nyerah, pernah. Tapi hidup tetap berjalan. Ya, ikut arus aja.” Di sebuah sudut kampus Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI), tampak seorang mahasiswa mengenakan jaket organisasi dengan wajah lelah namun bersahaja. Namanya Syukron Abdul Malik Arriziq, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan 2023. Lahir dan besar di Kedungwaru Kidul, Demak, 17 April 2005. Syukron bukan berasal dari keluarga berkecukupan. Namun, justru dari ketidaksempurnaan itulah kisahnya layak disorot.
Ibunya bekerja sebagai buruh pabrik Djarum, sementara sang ayah mencari nafkah jauh di Bali sebagai kuli bangunan. Bagi Syukron, kuliah bukanlah mimpi pribadi. Ia bahkan sempat ingin langsung bekerja. Tapi keinginan orangtua mengubah arah hidupnya. “Saya kuliah karena permintaan orang tua, bukan karena paksaan, tapi karena pengin nurutin mereka,” ujarnya, tersenyum kecil.
Keputusan itu bukan tanpa konsekuensi. Untuk membantu kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah, Syukron bekerja di rentalan PlayStation selepas kuliah. “Gajinya nggak besar, tapi tetap saya tekuni buat uang saku dan bantu orang tua,” katanya, penuh ketulusan.
Seperti mahasiswa pada umumnya, Syukron juga pernah merasa kelelahan. “Nyerah? Pernah. Apalagi kalau tugas banyak, tapi hidup ya harus jalan terus. Ikuti arus aja.” Kalimat itu keluar begitu ringan, tapi terdengar sangat dalam. Di tengah kesibukan kuliah dan kerja, ia masih aktif berorganisasi, baik di Senat Mahasiswa FDKI maupun di organisasi eksternal PMII Rayon Dakwah. Waktunya terbagi, tenaganya terkuras, tapi semangatnya tak mudah padam.
Di balik kesederhanaannya, Syukron menyimpan harapan yang hangat, “Cita-cita saya ingin membahagiakan orangtua. Semoga saya bisa sukses.” Sebuah keinginan yang mungkin terdengar biasa bagi sebagian orang, tapi terasa luar biasa bila melihat pijakan awal perjalanannya.
Saat diminta pesan untuk teman-teman seperjuangan, ia berkata pelan namun penuh makna “Berusahalah, semua jalan pasti akan diusahakan oleh Allah SWT. Intinya diusahakan dulu. Kalau tidak dari orang tua, ya dari diri sendiri. Kalau belum bisa kuliah hari ini, cari modal dulu. Daftar tahun depan, jangan putus asa.”
Syukron bukan tokoh dalam buku motivasi. Ia nyata. Hidup dengan segala keterbatasan, tapi juga dengan keberanian untuk terus melangkah. Kisahnya mungkin sederhana, tapi dari situlah justru kita belajar, bahwa kemauan, ketekunan, dan doa bisa menjadi kendaraan menuju mimpi, bahkan ketika jalan begitu terjal.
Oleh: Mutiara Eka Safitri, Zulfa Anisatur Rosyida, Farah Salsabila, Khoirun Nafisah, dan Primi Rohimi, S. Sos. M. S. I.
No comments:
Post a Comment