Warta Journalizm - Hari Buruh diperingati setiap tanggal 1 Mei bukan hanya seremonial, melainkan momen penting untuk mengangkat isu-isu ketenagakerjaan yang kerap luput dari sorotan publik. Dalam konteks ini, media massa memegang peran penting sebagai penyampai realita bahwa apakah mereka mampu mewakili suara buruh secara adil, atau justru mengaburkannya karena kepentingan tertentu? Di sinilah etika dan tanggung jawab hukum media perlu ditinjau secara kritis.
Media memiliki andil besar dalam membentuk persepsi publik mengenai aksi serta tuntutan buruh. Namun, seringkali media hanya menyajikan berita liputan pada Hari Buruh sebatas kerusuhan, kemacetan, atau gangguan keamanan. Framing seperti ini sering kali menempatkan buruh sebagai ancaman, bukan sebagai sebuah kelompok yang memperjuangkan hak dasar mereka. Hal tersebut menunjukkan bias yang tidak hanya tidak adil, tetapi juga melanggar prinsip dasar etika jurnalistik: berimbang, objektif, dan berpihak padakebenaran.
Lebih jauh dari itu, pemberitaan yang keliru atau menyesatkan tentang aksi buruh dapat berdampak hukum. Misalnya, jika media menyebarkan informasi palsu atau tidak diverifikasi yang merugikan individu atau serikat pekerja, maka hal tersebut bisa masuk ke ranah pencemaran nama baik, baik secara perdata maupun pidana. UU Pers dan UU ITE di Indonesia mengatur soal ini, meski penerapannya masih sering menimbulkan kontroversi.
Etika media seharusnya mendorong jurnalis untuk melihat aksi buruh sebagai bentuk partisipasi demokrasi. Liputan yang mendalam tentang kondisi kerja, upah minimum, dan perlakuan terhadap buruh bisa menjadi bentuk keberpihakan pada keadilan sosial bukan pelanggaran netralitas.
Sebagai penutup, Hari Buruh bukan hanya hari libur nasional, tetapi juga sebagai cermin bagaimana media menjalankan tugas etik dan hukumnya dalam menyuarakan kelompok yang selama ini terpinggirkan. Ketika media gagal bersikap adil dan bertanggung jawab, maka bukan hanya buruh yang dirugikan akan tetapi juga publik yang berhak atas informasi yang jujur dan berimbang.
Oleh: Zalma Athanasywa dan Primi Rohimi, S. Sos. M. S. I.
No comments:
Post a Comment