Warta Journalizm - Setiap kali kita menikmati sebuah video YouTube, mendengarkan podcast, membaca artikel berita, atau melihat desain visual di media sosial, ada kerja panjang yang tak selalu terlihat. Di balik konten-konten menarik itu, berdirilah para buruh media kreatif mereka yang bekerja dengan ide, teknologi, dan waktu yang sering kali tidak menentu.
Buruh media kreatif bukan hanya jurnalis atau editor, tapi juga penulis naskah, videografer, ilustrator, animator, social media manager, hingga sound engineer. Mereka bekerja dengan kreativitas, namun juga dengan tekanan tinggi. Tenggat waktu ketat, revisi mendadak, dan ekspektasi klien yang berubah-ubah adalah hal biasa. Ironisnya, pekerjaan mereka yang membentuk wajah dunia digital saat ini sering tidak sebanding dengan penghasilan atau perlindungan kerjanya.
Di era digital ini, banyak dari mereka bekerja sebagai freelancer atau pekerja lepas. Artinya, mereka tidak mendapat tunjangan tetap, tidak memiliki jaminan kesehatan atau pensiun, dan seringkali tidak punya kekuatan tawar. Mereka hidup dari proyek ke proyek, dengan ketidakpastian yang terus menghantui. Bahkan, banyak yang bekerja melebihi waktu kerja normal tanpa dihitung sebagai lembur, hanya demi menjaga portofolio atau mendapatkan "exposure”.
Label "kerja passion" sering menjadi pembenaran untuk memberikan upah rendah atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Padahal, kreativitas adalah tenaga kerja. Membuat satu konten berkualitas bisa membutuhkan waktu berhari-hari, penuh riset dan pengolahan. Namun publik, bahkan institusi, sering menganggap bahwa karena menyenangkan, pekerjaan ini tidak layak dibayar mahal.
Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei seharusnya juga menjadi panggung untuk menyuarakan hak-hak buruh media kreatif. Mereka juga buruh bukan sekadar seniman bebas. Mereka berhak atas perlindungan kerja, upah layak, dan pengakuan profesional. Mereka membentuk opini publik, menyampaikan realitas sosial, dan menciptakan ruang edukasi digital. Tanpa mereka, narasi besar zaman ini akan sunyi.
Sudah saatnya kita tidak hanya menghormati para buruh di pabrik dan lapangan, tapi juga mereka yang bekerja dalam keheningan ruang produksi konten. Mari kita refleksikan berapa banyak waktu yang kita habiskan menikmati hasil kerja buruh kreatif, tapi jarang menghargai proses di baliknya?
Di momen Hari Buruh ini, mari kita mulai dengan hal sederhana menghargai karya, membayar jasa dengan layak, dan tidak menganggap remeh profesi kreatif. Karena tanpa buruh media, tak akan ada cerita, informasi, maupun hiburan yang mengisi hari-hari kita.
Oleh: Ahmad Alfinul Ikhsan
No comments:
Post a Comment