Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Menimba Ilmu dari Tetesan Keringat: Perjalanan Anak Buruh Batu Bata Meraih Gelar Sarjana

Menimba Ilmu dari Tetesan Keringat: Perjalanan Anak Buruh  Batu Bata Meraih Gelar Sarjana

Warta Journalizm - Momen wisuda adalah hari bahagia yang ditunggu-tunggu mahasiswa, tak luput dari banyaknya kenangan yang sudah dilalui dan cerita tentang perjuangan mahasiswa untuk mencapai gelar sarjana. Hal ini juga dirasakan oleh Muhammad Ahsanuddin, lulusan dari Institut Agama Islam Negeri Kudus (IAIN Kudus).


Pria yang sering disapa Ahsan tersebut lulusan dari prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam 
(KPI) pada tahun 2023. Ia merupakan anak dari ayah seorang buruh batu bata dan ibu seorang 
buruh pabrik yang mampu membawa nama baik keluarga karena mencapai gelar sarjana dan mencapai ipk 3,74 dalam kondisi keterbatasan ekonomi. 


Kisah Awal Perjuangan Masuk Kuliah
Impian melanjutkan ke bangku kuliah terasa begitu jauh, ibarat meraih bintang dengan tangan kosong di tengah keterbatasan ekonomi keluarga. Namun di balik keraguan yang 
membayangi, ada semangat kedua orang tua untuk mendukung anaknya kuliah.“ Paling gak harus kuliah, minimal orang tua jadi buruh kamu gak boleh jadi buruh” ucap orang tua Ahsan


Hal itu yang membuat Ahsan bertekad untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Ahsan juga 
mencari-cari beasiswa yang dapat meringankan beban kedua orang tuanya, tapi Qadarullah 
tidak lolos beasiswa.


Tekad yang Membaja
Mulai dari awal semester Ahsan sudah bekerja serabutan untuk sekedar mencukupi kebutuhan 
perkuliahan. Pagi ia gunakan untuk kuliah sedangkan pulang kuliah ia gunakan untuk bekerja. Perjuangan Ahsan dari awal semester yang bekerja serabutan dari menjadi operator sound system, crew kitchen dan menjadi content creator. Terkadang Ahsan memanfaatkan jam kosong kuliah untuk tidur. Semua Ahsan lakukan demi mencukupi diri sendiri dan tidak ingin merepotkan orang tuanya. Hingga sekarang alhamdulillah Ahsan dapat membuka usaha sendiri.


Hari yang Ditunggu
Hari wisuda menjadi momen paling berkesan bagi keluarga Ahsan. Kedua orangtuanya hadir
dengan pakaian terbaik mereka, menyaksikan putra kebanggan mereka mengenakan toga dan
menerima ijazah sarjana sosial. Dari perjuangan yang sudah dilalui Ahsan merasa puas dan
bangga dengan dirinya sendiri karena telah menyelesaikan pendidikan sarjana dengan orang tua latar belakang sebagai buruh batu bata. Kisah Ahsan membuktikan bahwa pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Seperti filosofi pembuatan batu bata: dari tanah liat yang lembek, dengan proses pembakaran yang keras, tercipta material kokoh yang menjadi fondasi bangunan.


Estafet Perjuangan
Kini, Ahsan telah membuka usaha sendiri di Kudus. Gajinya memang belum besar, tetapi 
cukup untuk membiayai kebutuhan orangtuanya dan juga ia sekarang tidak memeperbolehkan 
orangtuanya untuk bekpengorbana "Sekarang kalian menikmati masa tua kalian, bairkan anakmu ini bertempur habis-habisan demi kebahagiaan kalian” tekad Ahsan. 
Orangtuanya kini dapat tersenyum bangga. Tangan mereka yang kasar dan punggung yang 
membungkuk telah berhasil membangun fondasi bagi masa depan anak mereka. Bagi mereka, IPK 3,74 dan gelar sarjana yang diraih Ahsan adalah bukti bahwa keringat mereka selama ini tidak sia-sia. "Batu bata kami mungkin akan hancur dimakan waktu, tapi ilmu yang didapat anak kami akan abadi," ujar ayah Ahsan.


Kisah Ahsan dan keluarganya adalah pengingat bahwa pendidikan adalah investasi terbesar 
yang bisa diberikan orangtua kepada anaknya, bahkan ketika mereka harus membangunnya 
dari serpihan tanah liat, satu batu bata keringat demi satu batu bata pengorbanan


Oleh: Nafisa Maulidina, Ainur Rofiqoh, Mardliyatur Rizkia, Muhammad Abdurrohman, dan Primi Rohimi, S.Sos., M.S.I.

No comments:

Post a Comment