Warta Journalizm - Industri media memegang peran penting dalam kehidupan demokrasi. Di balik setiap tayangan dan berita yang kita konsumsi, ada buruh media dari jurnalis, editor, kamerawan, hingga teknisi yang bekerja keras. Sayangnya, meski berperan besar, mereka kerap menghadapi tantangan serius, baik secara hukum maupun etika.
Secara aturan, para pekerja media seharusnya mendapat hak dasar seperti gaji layak, jam kerja yang manusiawi, dan perlindungan sosial. Tapi di lapangan, kenyataannya jauh dari ideal. Banyak dari mereka bekerja tanpa kontrak, digaji rendah, dan tidak dapat perlindungan saat menghadapi risiko di lapangan.
Perusahaan media sering kali memilih efisiensi dan keuntungan, yang berdampak pada nasib buruh. Hubungan kerja menjadi tidak jelas, dan saat terjadi masalah, pekerja media sering tak dibela oleh perusahaan. Ketimpangan ini perlu segera dibenahi.
Di sisi lain, pekerja media juga dihadapkan pada dilema etika. Mereka dituntut untuk menyampaikan informasi secara jujur dan bertanggung jawab, tapi sering mendapat tekanan dari pemilik media atau pihak berkepentingan untuk memberitakan sesuatu sesuai agenda tertentu. Akibatnya, integritas jurnalis sering dikorbankan demi sensasi atau kepentingan bisnis.
Kasus Miftah Faridl, koresponden CNN Indonesia, menjadi contoh nyata. Ia dan rekan-rekannya mengalami pemotongan gaji tanpa alasan yang sah, lalu di-PHK setelah membentuk serikat pekerja. Ini jelas melanggar hak buruh dan mencerminkan minimnya kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan pekerja.
Data dari AJI juga menunjukkan bahwa belasan media melakukan pelanggaran terhadap pekerjanya: dari gaji dipotong sepihak, pemecatan tidak adil, hingga pelarangan serikat pekerja. Ini jadi bukti bahwa persoalan buruh media bukan hal sepele.
Untuk memperbaiki kondisi ini, pemerintah harus tegas menegakkan aturan ketenagakerjaan. Perusahaan media juga harus menghormati hak pekerja, termasuk hak berserikat. Organisasi seperti AJI dan LBH Pers bisa memberi pendampingan, dan masyarakat juga berperan penting dengan mendukung media yang berpihak pada keadilan pekerja.
Kesimpulannya, buruh media butuh perlindungan, bukan hanya aturan di atas kertas. Mereka pantas dihargai, karena tanpa mereka, tidak akan ada informasi yang sampai ke publik secara bermakna dan bertanggung jawab.
Oleh: Oleh Zaky Bihtiary dan Primi Rohimi, S.Sos., M.S.I.
No comments:
Post a Comment