Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Regulasi Ketenagakerjaan Buruh Media di Indonesia: Antara Aturan dan Kenyataan

Warta Journalizm - Di balik dunia pemberitaan yang terus bergerak cepat, terdapat para pekerja media yang menjalankan roda industri ini—mulai dari jurnalis, editor, kamerawan, hingga teknisi. Meski peran mereka sangat penting, perlindungan terhadap buruh media di Indonesia masih menjadi persoalan serius, terutama dalam hal regulasi ketenagakerjaan.

Secara umum, pekerja media tunduk pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur hak-hak dasar buruh seperti jam kerja, upah minimum, jaminan sosial, hingga perlindungan saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, dalam praktiknya, banyak pekerja media—terutama yang berstatus kontributor lepas atau freelance—tidak menikmati hak-hak tersebut. Bahkan, sebagian dari mereka bekerja tanpa kontrak resmi, dan tidak memiliki akses ke jaminan sosial maupun perlindungan hukum yang layak.

Setelah lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), beberapa aturan tentang ketenagakerjaan mengalami perubahan, termasuk terkait fleksibilitas kerja dan hubungan kerja kontrak. Sayangnya, fleksibilitas ini sering dimanfaatkan oleh perusahaan media untuk menghindari kewajiban memberikan hak normatif kepada pekerjanya. Beberapa pekerja bahkan tidak mengetahui hak-hak mereka secara detail, karena kurangnya transparansi dari pihak manajemen.

Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan dari pemerintah terhadap pelanggaran regulasi di sektor media. Kasus-kasus seperti PHK sepihak, tidak dibayarnya honor kontributor, hingga jam kerja berlebih tanpa kompensasi sering kali terjadi tanpa penyelesaian yang adil. Meski ada lembaga seperti Serikat Pekerja Media dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berupaya mengadvokasi hak-hak buruh media, upaya ini belum cukup untuk mendorong perubahan sistemik.

Regulasi ketenagakerjaan sebenarnya telah memberikan kerangka perlindungan yang cukup, namun tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang kuat di sektor media. Perusahaan kerap berdalih bahwa status kontributor atau pekerja lepas membuat mereka tidak terikat pada kewajiban-kewajiban tertentu, padahal pekerjaan yang diberikan seringkali bersifat tetap dan rutin.

Ke depan, pemerintah perlu mempertegas regulasi ketenagakerjaan yang menyasar jenis pekerjaan di sektor media, khususnya pekerja lepas. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa semua pekerja—terlepas dari statusnya—mendapat perlakuan yang manusiawi dan adil sesuai peraturan yang berlaku.

Oleh: Ahmad Malik Fauzi

No comments:

Post a Comment