Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Menulis Kebenaran, Hidup dalam Ketidakadilan

 Warta Journalizm - Pada 1 Mei 2023, ribuan buruh di seluruh Indonesia turun ke jalan dalam peringatan Hari Buruh Internasional. Namun di antara gelombang massa itu, jarang terdengar suara para buruh media mereka yang saban hari mengabarkan nasib orang lain, namun seringkali luput diberi ruang untuk menyuarakan nasibnya sendiri. Satu kasus yang mencuat dan menggambarkan potret buram ini terjadi di Jakarta, pada Agustus 2022, ketika lebih dari 20 jurnalis kontributor dipecat sepihak oleh manajemen media daring nasional, tanpa pesangon, tanpa pemberitahuan jelas, dan tanpa perlindungan hukum yang memadai.

Kasus tersebut menyulut reaksi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang menyebut pemutusan kerja itu sebagai pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan prinsip-prinsip dasar etika jurnalistik. Ironisnya, para jurnalis yang diberhentikan ini adalah pekerja tidak tetap, alias kontributor lepas, yang tidak mendapatkan jaminan sosial, asuransi, ataupun kontrak kerja formal. Praktik outsourcing jurnalistik seperti ini telah menjadi modus umum dalam industri media Indonesia, demi efisiensi biaya dan fleksibilitas operasional.Secara regulatif, hukum ketenagakerjaan Indonesia memang sudah mengatur hak-hak buruh. 

Namun implementasinya di dunia pers seringkali menguap karena adanya celah dalam klasifikasi kerja media. Jurnalis kontributor kerap tidak dianggap sebagai buruh formal,melainkan mitra kerja. Ini memperlemah posisi tawar mereka dalam memperjuangkan hakhaknya. Padahal, jika merujuk pada Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers, setiap pekerja media berhak atas perlindungan hukum, kebebasan berekspresi, dan kesejahteraan yang layak. 

Ada ironi ganda dalam kasus buruh media. Di satu sisi, mereka mengemban tugas publik untuk menjaga demokrasi melalui pemberitaan yang berimbang dan objektif. Namun di sisi lain, mereka sendiri kerap terjebak dalam sistem kerja eksploitatif yang mengingkari nilainilai keadilan sosial yang mereka perjuangkan. Dalam banyak kasus, jurnalis dipaksa memilih antara idealisme dan kebutuhan hidup.Etika jurnalistik bukan hanya tentang bagaimana berita ditulis, tapi juga bagaimana pekerja media diperlakukan. 

Apabila industri media terus menutup mata terhadap nasib buruhnya, maka kredibilitasnya akan terkikis dari dalam. Keseimbangan antara kebebasan pers dan keadilan sosial harus dijaga melalui penegakan hukum yang berpihak pada buruh serta revisi regulasi yang lebih adaptif terhadap perubahan struktur kerja media di era digital.Kasus Agustus 2022 hanyalah satu dari sekian banyak potret buram buruh media. Pada akhirnya, reformasi media tidak cukup dilakukan di ruang redaksi, tapi juga di ruang rapat manajemen dan parlemen. Tanpa itu semua, para jurnalis akan terus menjadi pahlawan tanpa perlindungan.


Oleh : Muhammad Ridwan Falah


No comments:

Post a Comment