Warta Journalism - Undang-undang Dasar Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Kebebasan pers di Indonesia dilandasi oleh pasal 28F Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang melindungi kebebasan penggunaan berbagai media dalam hal mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Kebebasan pers dibuat untuk meningkatkan kualitas demokrasi serta menyampaikan berbagai informasi sehingga memperkuat dan mendukung masyarakat untuk berperan dalam ranah demokrasi.
Secara normatif kebebasan pers diatur dalam UU pers, disebutkan bahwa kebebasan pers ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Kemerdekaan pers bukan berarti bebas sebebas-bebasnya dalam menyajikan suatu informasi, melainkan juga harus diikuti dengan kesadaran tentang pentingnya penyampaian berita yang berkaidah jurnalistik dan menjunjung supremasi hukum. Kebabasan pers dan wartawan dalam jurnalistik tidak luput dari problematika yang membatasi kebebasan pers atas pemberitaan dan kebebasan berekspresi, yang mengarah dan mengancam akan membungkam kebebasan pers.
Pada masa reformasi, terdapat banyak ancaman terhadap media dan kebebasan pers yang timbul dari peraturan perundang-undangan, dari publik dan alat negara termasuk para pejabat pemerintahan di daerah. Kebebasan pers menimbulkan problematika yang diimplementasikan dalam jurnalistik dapat diselesaikan secara hukum. Namun, penyelesaian sengketa hukum pers ini masih mengundang perdebatan yang menimbulkan dualisme interprestasi hukum.
Kebebasan pers memberikan ruang kepada wartawan untuk memaksimalkan dalam menyajikan karya jurnalistik yang memenuhi standar profesional untuk menghimpun dan menyiarkan informasi serta pendapat yang kritis. Upaya pers dalam pencarian dan penyebaran informasi serta pendapat secara yuridis dijamin dan dilindungi sebagaimana yang diatur dalam ketentuan:
Pasal 28E dan 28F UUD Negara Republik Indonesia 1945, amandemen, disebutkan
Pasal 28 ayat (3) “setiap orang berhak atas kebebasan bersrikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dan Pasal 28F “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor XVII Tahun 1998 tentang Hak
Asasi Manusia, pada Bab VI tentang Hak atas kebebasan informasi, Pasal 20 “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”, dan Pasal 21 “setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Selanjutnya, dalam Bab X tentang Perlindungan dan pemajuan. Pasal 40 “Hak warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dijamin dan dilindungi”. Kedua ketentuan konstitusi dan ketetapan MPR tersebut, lebih lanjut dijabarkan kedalam UU Pers yang menjadi dasar hukum operasional pers dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya.
Undang-Undang tentang Pers, Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 8. Pasal 2 disebutkan “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Pasal 4 ayat (1) “Kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara”. Ayat (2) “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran”. Ayat (3) “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”. Ayat (4) “dalam mempertanggungjawabkan Pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai hak tolak”.Pasal 8 “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”.
Berdasarkan landasan hukum tersebut, maka pers telah mendapatkan pengakuan perlindungan hukum dalam menjalankan kebebasan jurnalisitk dengan sanksi pidana penjara maximal dua tahun atau denda maximal 500 juta bagi pelanggarnya. Dalam era demokrasi seperti saat ini, maka pers harus mampu menggunakan ruang kebebasan yang dijamin oleh hukum untuk mengimplementasikan perannya tersebut. Untuk itu, pers dapat memberi peringatan terhadap penyelenggaraan negara, mengungkap ketidak adilan dan sewenang wenangan.
Oleh : Muhammad Akbar Anayaka Fadlih.
No comments:
Post a Comment