Warta Journalizm

Warta Journalizm KPI IAIN Kudus

Post Page Advertisement [Top]

Mahasiswa Ingatkan Pentingnya Etika Digital dalam Penyuluhan Hukum

Mahasiswa Ingatkan Pentingnya Etika Digital dalam Penyuluhan Hukum

 


Warta Journalizm - Kudus, 6 Juni 2025 – Maraknya penggunaan media digital membawa tantangan tersendiri, terutama terkait etika berekspresi. Menyadari hal ini, Muflih Hammad T, seorang mahasiswa dari UIN Kudus, menggelar penyuluhan hukum bertema "Etika dan Media Massa: Berkomentar Kasar, Cyber Crime, dan Hoaks."


Dalam penyuluhannya, Muflih Hammad T menekankan bahwa kebebasan berekspresi di ruang digital sering kali disalahgunakan, mengakibatkan peningkatan penyebaran ujaran kebencian, komentar kasar, kejahatan siber (cyber crime), dan berita palsu (hoaks). Ia menyoroti dampak buruk yang bisa ditimbulkan, baik secara hukum maupun sosial.


Berkomentar Kasar: Batasan Kebebasan BerekspresiMuflih menjelaskan bahwa meskipun berkomentar adalah hak setiap orang, hukum di Indonesia membatasinya dengan kewajiban untuk menghormati hak orang lain, menjaga kesopanan, dan tidak menyebar kebencian. Ia mengutip UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE, Pasal 27 ayat (3), yang menyatakan bahwa penyebaran informasi elektronik bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dipidana. Sanksi bagi pelanggaran ini adalah pidana hingga 4 tahun dan/atau denda sampai Rp750 juta.


Muflih juga mengingatkan pentingnya etika digital yang baik, seperti berpendapat dengan sopan, tidak menggunakan kata-kata kasar, tidak menghina SARA, dan menghindari debat yang memancing emosi dan perpecahan.


Ancaman Cyber Crime di Era Digital


Terkait cyber crime, Muflih Hammad T menguraikan berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan dengan bantuan teknologi digital, termasuk hacking, phishing, pencemaran nama baik digital, dan cyber bullying. Ia menegaskan bahwa dasar hukum untuk cyber crime adalah UU ITE, khususnya Pasal 30 hingga Pasal 37, serta KUHP untuk tindak pidana umum. Sanksi untuk kejahatan siber sangat beragam, mulai dari pidana penjara 1 hingga 12 tahun dan denda hingga miliaran rupiah, tergantung jenis kejahatannya.


Waspada Hoaks: Cek Fakta Sebelum Sebar


Hoaks, atau berita palsu, menjadi perhatian utama dalam penyuluhan ini. Muflih menjelaskan bahwa hoaks adalah informasi yang tidak benar, menyesatkan, dan sengaja disebarkan untuk mempengaruhi opini atau membingungkan masyarakat. Ia memberikan contoh hoaks yang sering ditemui, seperti berita palsu soal politik, vaksin, bencana, atau tokoh masyarakat, serta informasi menyesatkan yang seolah-olah berasal dari institusi resmi.


Dasar hukum penanganan hoaks terdapat dalam UU ITE Pasal 28 ayat (1) dan (2), yang melarang penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen atau menyebabkan kebencian. Sanksi pidana untuk penyebar hoaks bisa mencapai 6 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp1 miliar.


Muflih Hammad T mendorong masyarakat untuk selalu cek fakta sebelum menyebarkan informasi, menggunakan sumber berita yang kredibel dan resmi , serta membaca keseluruhan isi informasi, tidak hanya menilai dari judul.


Jejak Hukum di Setiap Tindakan DigitalDi akhir penyuluhannya, Muflih Hammad T mengingatkan bahwa teknologi bisa menjadi berkah atau bencana, tergantung pada penggunaannya. Ia mengajak hadirin untuk menggunakan media massa dan media sosial dengan etika, menghindari komentar kasar dan ujaran kebencian , waspada terhadap 


cyber crime dan melindungi data pribadi , serta tidak mudah percaya dan menyebarkan hoaks.


"Setiap tindakan digital kita memiliki jejak hukum," tegas Muflih. "Mari kita menjadi pengguna internet yang cerdas, santun, dan bertanggung jawab".

Oleh : Muflih Hammad T. 

No comments:

Post a Comment